Reportase Maiyahan
Headlines News :
Diberdayakan oleh Blogger.

Latest Post

Catatan Dari Hongkong – II (Maiyahan Hongkong 2013) 2

Written By Unknown on Jumat, 17 Mei 2013 | 09.26

Cak Nun meminta dilagukan kembali Syi’ir Tanpo Wathon seperti di awal acara. Begitu sudah dinyanyikan beberapa baris, Cak Nun bertanya, “Wis ngerti masalahe po durung? Pas nadanya naik tadi kuat nggak? Setelah itu melanjutkan lagu pakai nada tinggi atau kembali ke rendah?”
“Menek ki ojo dhuwur-dhuwur, sak isone wae. Ini bukan kesalahan, ini karena belum ngerti aja. Saiki digoleki, dicari yang pas.”

Cak Nun dan Mbak Via mengajak jamaah untuk belajar lagi melagukan Syi’ir Tanpo Wathon dengan jangkauan nada yang pas. Jamaah semuanya diajak untuk mengukur jangkauan nada masing-masing.
“Hidup itu kan kudu di-stel, kuat ta gak. Nomor dua, perlu dipertimbangkan juga apakah jamaah pas sama suaraku. Di-stel suara terbanyak itu yang bagaimana.”
Sambil menerangkan dan latihan mengepaskan nada, Cak Nun memberikan contoh dengan  lagu Ande-Ande Lumut.

“Apakah nembang itu nggak ada hubungannya dengan agama? Ada! Kalau kamu nembang dalam rangka mensyukuri nikmat dari Allah, apa saja asalkan bersyukur, itu baik di hadapan Allah.”
“Ndhek kene urusan masak mung urusan bawang karo jahe, nek ndhek Jowo kan ono petis, kemiri, tumbar, macem-macem, bayarane gak sumbut meneh. Maka bersyukur, ya. Bisa nggak, masak di rumah majikan, di pabrik, di mana saja, itu merupakan peristiwa agama? Karena di situlah kita bersyukur.”
“Saiki ngaji. Ngaji Quran iku kudu ngono kae ta? Coba sekarang ulangi ngaji, cukup audzubillah, bismillah, kemudian ditambah satu ayat. Supaya bulan depan kalau pengajian lagi lebih indah. Gunane bapak yo ngono kuwi.”

“Nek kuate sak meter, yo sak meter wae. Ra usah terikat lagu koyo sing dipelajari. Sing ngongkon kowe nganggo lagu sing koyo ngono iku malaikat sing endi? Ngaji itu nomor satu yang penting adalah ikhlas. Nomor dua, kalau bisa enak didengar.”
“Baca Quran di pengajian itu nggak harus qiro’ah, boleh tilawah biasa. Jangan dipersulit hidup ini. Besok harus lebih santai, distel suaranya. Kekurangan itu tidak mengurangi pahala di depan Allah. Kekurangan itu tidak mengurangi berkahmu dan anak-cucu di hadapan Allah.”

Empat Janji Allah

Wa may yattaqillaha yaj’al lahu makhrojaa,wayarzuqhu min haitsu laa yahtasiib. Wa may yatawakkal ‘alallahi fahuwa hasbuhu.Innallaha balighu amrihi, Qod ja’alallahu likulli syaii-in qodroo.
“Kalau pas kamu punya masalah, baca Ath-Thalaq dua ayat itu thok (ayat 2 dan 3). Ada empat janji Allah di situ. Kalau kamu bertakwa, ada dua janji. Kalau kamu bertawakkal, ada dua janji lagi. Takwa itu apa? Tawakkal itu apa?”
Takwa adalah mempertimbangkan segala sesuatu berdasar pandangan Allah kepada kita. Ketika kita hendak melakukan sesuatu, pertimbangannya : seneng nggak ya Allah kalau saya gini.
“Jadi kalau kamu bertakwa sama Allah, Allah janji akan memberikan jalan keluar kalau kamu punya masalah, dan Allah akan memberikan rizqi di luar perhitunganmu. Ketoke gak oleh tapi oleh, ketoke gak lulus tapi lulus.”

“Tawakkal sama takwa bedanya apa? Kamu datang ke Hongkong tahu nggak majikanmu baik atau buruk? Setelah ngalami sekian lama baru tahu to? Untuk hal yang kamu tidak tahu, siapa yang kamu serahi? Itu namanya tawakkal. Kalau ibu atau saudara Sampean di Surabaya, misalnya, bikin warung dan jualan, sudah kerja keras, masakannya enak, tempatnya bersih, dan seterusnya, bisa njamin nggak berapa yang beli? Bisa njamin nggak bakal laris atau nggak?”

“Karena kamu nggak bisa njamin, maka kamu bertawakkal. Kita mewakilkan kepada Allah apa-apa yang kita tidak mampu, asalkan kita sudah bekerja keras.”
Dua janji Allah kalau kita bertawakkal kepada-Nya :
1. Allah menghitung semua urusan kita.
“Anakmu butuh piro ngge sekolah, Allah ikut menghitung. Kamu punya cita-cita bikin rumah sama suamimu, Allah mendukung. Allah jadi akuntanmu, jadi majikanmu, jadi penghitung urusanmu.”
2. Kalau kita punya cita-cita, insyaAllah sama Gusti Allah diwujudkan.

Catatan Dari Hongkong – II (Maiyahan Hongkong 2013)

Minggu, 21 April 2013, untuk kesembilan kalinya Cak Nun dan Mbak Via diundang oleh Lembaga Dakwah Az-Zahra untuk Maiyahan bersama para TKI/TKW Hongkong. Bertempat di Sheung Wan Exit C, Commercial Building – The Leader’s Dansa, Maiyahan yang mengangkat tema ‘Tangguh’ ini dimulai dari pukul 10.00 waktu setempat.

Sebelum masuk ke acara inti, dilakukan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an oleh beberapa perwakilan Az-Zahra. Setelah itu dinyanyikan Syi’ir Tanpo Wathon. Sapaan Mbak Via dan Cak Nun disambut antusias oleh seluruh jamaah yang hadir.

“Kita bersyukur semuanya pada pengajian. Ada yang nggak datang? Pada ngapain? Kita tidak usah njelekin orang, tapi pokoknya saya bersyukur anak-anakku semua hari ini di sini. Usume ono sing sir-siran, ono sing mbuh lapo, ono sing joget-jogetan, tapi Anda semua memilih untuk bersilaturahmi dengan Allah dan Rasulullah. Saya doakan, karena pilihan dan pengorbanan yang sangat baik, maka ini membuat rizqimu tambah melimpah, keluargamu di Indonesia dijaga sama Allah, anak sampai cucu-cucu besok, insyaAllah rejekinya dijaga sama Allah. Cuma pesen saya : harus tangguh.  Jangan mau dirampok siapa-siapa. Kerja setengah mati di Hongkong menghimpun uang, harus tahu persis gimana caranya supaya penghasilan Anda semua, anak-anakku semua, bermanfaat. Nanti kita omongkan, mbuh di bandara diapakan, di kampung dibagaimanakan – kadang-kadang suami juga ikut moroti juga.”

“Nanti diomongkan bareng-bareng supaya tambah tangguh, tambah pinter, jadi seluruh hasil kerja di Hongkong ini bermanfaat sampai besok-besok. Untuk supaya berkah semua, yuk Al-Fatihah bareng-bareng, dipimpin dilagukan agar Gusti Allah terharu.”
Satu lagu dibawakan Mbak Via, berjudul Kepadamu Kekasihku.

“Lagu ini,” kata Cak Nun, “adalah lagu Sholatullah Salamullah tapi lagu yang gampang, bukan lagu Arab, cek’e awakmu tidak menyangka bahwa Islam sama dengan Arab. Ngaji itu pakai bahasa Jawa nggak apa-apa, ra nganggo lagu yo rapopo, ra usah dipaksakan.”

“Sebelumnya saya ingin mempermaklumkan dulu kepada anak-anakku semua. Saya ini bawa peci tapi sengaja nggak saya pakai, supaya saya tidak disangka ustadz. Saya ini bukan ustadz. Jadi ustadz itu syaratnya berat, ilmunya harus matang. Saya ilmunya setengah mateng, jadi saya jangan disebut ustadz apalagi kiai. Kalau ngundang saya ke Hongkong, itu pokoknya awakmu tak anggep anakku. Aku iki bapakmu, Mbak Novia ibumu.”

“Nek bapak rodo goblok gak masalah, tapi nek ustadz kan kudu pinter. Saya mau ke Hongkong hanya kalau saya ini bapakmu. Kalau saya disebut ustadz, kiai, tokoh, atau apapun, aku emoh mrene. Koen gak usah nyangoni Bapak, ngge tuku-tuku beras ndhek kampungmu kono wae. Tapi pokoknya hubungannya harus begitu ya?”

“Sekarang mari kita dandani pelan-pelan. Aku pokoke seneng ndelok arek-arek sholawatan. Kalau Sampean sholawatan di Mekkah, itu nggak istimewa. Tapi ini sholawatan di Hongkong lho. Kalau orang nggak makan karena memang nggak ada makanan, ya nggak gumun. Tapi kalau ada banyak makanan dan dia berani tidak makan, itu baru istimewa. Kalau di Arab sana ya sholawatan wong ada Ka’bah, tapi kalau di sini ada apa ndhek kiwo tengen iki? Sampean bikin pengajian, mau sholawatan, mau bersilaturahmi, berarti berkahnya untuk anak-anakmu besok. Tapi boleh nggak didandani sama Bapak dikit-dikit?”

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Reportase Maiyahan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger